Home / Lensa Opini / MPLS atau Momen Perpeloncoan? Alarm Bahaya di Dunia Pendidikan Kita

MPLS atau Momen Perpeloncoan? Alarm Bahaya di Dunia Pendidikan Kita

Oleh : Novia Fitri Nuraeni

Tahun ajaran baru seharusnya menjadi momen penuh semangat dan harapan bagi banyak siswa untuk memulai perjalanan menimba ilmu di lingkungan baru atau kesempatan untuk memperbaiki nilai dan perilaku dari semester sebelumnya. Namun, semangat itu kembali tercoreng oleh peristiwa memalukan yang terjadi di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan mendidik.

Sebuah video yang memperlihatkan aksi perundungan terhadap seorang siswa SMP Negeri 3 Doko, Kabupaten Blitar, viral di media sosial. Dalam video berdurasi singkat tersebut, tampak seorang siswa baru dikelilingi dan mendapatkan tindakan kekerasan oleh belasan siswa lain yang diduga merupakan kakak kelas dari jenjang 8 dan 9.

Peristiwa ini diduga terjadi pada 18 Juli 2025, saat sekolah tengah melaksanakan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Viralnya video ini memicu keprihatinan publik. Banyak warganet mengecam tindakan perundungan di lingkungan sekolah dan mempertanyakan bagaimana pihak sekolah bisa kecolongan, terlebih di masa MPLS yang semestinya berada di bawah pengawasan ketat guru.

Pertanyaannya: Sampai kapan sistem sekolah kita akan terus abai terhadap kekerasan yang berlindung di balik nama “candaan semata” atau “namanya juga masih anak-anak”?

Kejadian ini tentu kembali menjadi catatan hitam bagi dunia pendidikan Indonesia yang sudah lama kelam. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat para siswanya mendapatkan ilmu, justru sering kali berubah menjadi tempat paling mengerikan bagi sebagian siswa. Perundungan atau bullying yang kerap diatasnamakan “candaan” tak jarang menjadi sumber trauma berkepanjangan bagi para korbannya.

Kita tidak bisa lagi menganggap ini sekadar ulah anak-anak. Ini adalah kegagalan sistemik.

Dikutip dari akun TikTok Rasio Patria pada 22 Juli 2025, pihak keluarga korban menyatakan penolakannya untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan. Keluarga tetap meminta pihak berwajib untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku, karena tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk kekerasan yang sudah tidak bisa ditoleransi—meskipun para pelaku masih berstatus pelajar di bawah umur.

Hingga berita ini ditulis, kasus masih terus berjalan dan pihak Kepolisian Blitar masih melakukan proses penyelidikan. Belum ada pernyataan resmi baik dari pihak sekolah, dinas terkait, maupun kepolisian mengenai tindakan lanjutan atau sanksi yang akan diberikan kepada para pelaku.

Sudah saatnya kita bertanya: Apakah sekolah benar-benar siap menjamin rasa aman bagi seluruh siswanya? Ataukah kita akan terus menormalisasi kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang tumbuh bagi para penerus bangsa?

Sumber: Video viral di Instagram (22 Juli 2025), pernyataan keluarga korban dari akun TikTok Rasio Patria (22 Juli 2025).


Penyunting : Asna Aufia

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *