Home / Lensa Opini / Jember Kaya Tembakau, Tapi Petaninya Miskin

Jember Kaya Tembakau, Tapi Petaninya Miskin

Oleh : Hofi Datur Rofiah

persprima.com, Jember – Jember terkenal sebagai kota tembakau. Lahan tembakau di sana mencapai 22 ribu hektare dengan 40 ribu petani yang menggantungkan hidup dari tanaman ini. Tapi ada yang aneh. Petani tembakau di Jember justru rugi besar setiap panen.

Data dari Asosiasi Petani Tembakau Kasturi menunjukkan fakta mengejutkan. Untuk menanam tembakau seluas satu hektare, petani harus mengeluarkan uang 38 juta rupiah. Tapi hasil panennya hanya 30-33 juta rupiah. Artinya, setiap hektare merugi 5-14 juta rupiah. Bayangkan jika Anda punya usaha yang selalu rugi setiap bulannya. Itulah yang dialami ribuan petani tembakau Jember saat ini.

Pertama, cuaca buruk merusak kualitas tembakau. Hujan terus-menerus karena La Niña membuat kualitas tembakau Kasturi turun drastis. Pabrik memang mau membayar 48 ribu rupiah per kilogram untuk tembakau bagus. Tapi karena kualitasnya jelek, petani hanya mendapat 20-30 ribu rupiah per kilogram.

Kedua, aturan pemerintah yang mempersulit. Pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang mewajibkan tembakau punya kadar tar dan nikotin rendah. Tujuannya bagus untuk kesehatan masyarakat. Tapi akibatnya, tembakau jenis Kasturi dan Na Oogst yang ditanam petani Jember jadi sulit laku. Lebih parah lagi, tembakau impor jadi lebih mudah masuk ke Indonesia. Petani lokal jadi kalah saing.

Petani tembakau Jember berada di posisi yang lemah. Mereka tidak punya standar mutu resmi seperti SNI (Standar Nasional Indonesia). Akibatnya, tengkulak dan pabrik bisa seenaknya menentukan harga. Petani hanya bisa nerima aja. Ini seperti bermain sepak bola tapi wasitnya berpihak pada lawan. Bagaimana bisa menang? Yang lebih menyedihkan, petani sudah capek-capek menanam dan merawat tembakau berbulan-bulan, tapi justru mereka yang paling sedikit dapat untung. Sementara tengkulak dan pabrik meraup keuntungan besar.

Apa yang dapat dilakukan? Pertama, bentuk koperasi petani yang benar-benar berfungsi. Dengan koperasi, petani bisa bersatu untuk menjual hasil panen langsung ke pabrik. Tidak perlu lagi lewat tengkulak yang suka main harga. Koperasi juga bisa membantu petani mendapat bibit dan pupuk dengan harga murah. Dengan begitu, biaya produksi bisa ditekan.

Kedua, buat standar mutu (SNI) untuk tembakau lokal. Dengan adanya SNI, petani punya senjata untuk nego harga. Pabrik juga lebih percaya pada kualitas tembakau lokal. Bahkan bisa diekspor ke luar negeri dengan harga lebih tinggi.

Ketiga, perbaiki kebijakan pemerintah. Memang betul rokok tidak baik untuk kesehatan. Tapi pemerintah juga harus mikirin nasib puluhan ribu petani tembakau. Kalau mau mengurangi produksi tembakau, harus ada program alih tanaman. Petani dibantu untuk beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. Jangan sampai petani dibiarkan bangkrut begitu saja.

Ironi ini harus segera dihentikan. Jember boleh bangga jadi kota tembakau, tapi jangan sampai petaninya malah sengsara. Pemerintah daerah, DPRD, dan semua pihak harus turun tangan. Jangan cuma pandai bikin slogan “Jember Kota Tembakau” tapi petaninya dibiarkan merugi terus. Kalau dibiarkan, yang terjadi adalah petani akan meninggalkan tanaman tembakau. Lama-lama, Jember tidak akan lagi jadi kota tembakau, malah menjadi kota bekas tembakau dengan ribuan pengangguran. Masih ada waktu untuk memperbaiki keadaan. Tapi harus bertindak sekarang, bukan besok.

Editor visual : Asna Aufia
Penyunting : Aulia Nastiti

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *